Ebizmark Menjadi Pioneer AI Platform untuk peneliti dengan RisetAI
Team Mayar
May 20, 2025
Diskusi ini membahas dampak AI dalam industri, khususnya di Ebiz dan Riset AI, serta tantangan dan peluang yang dihadapi sebelum dan setelah implementasi AI. Kang Dicky memperkenalkan perannya di Riset AI sebagai Product Lead PT. Ebiz Prima Nusa dan menjelaskan bagaimana AI membantu dalam penulisan artikel ilmiah, meskipun ada resistensi awal dari akademisi. Penggunaan AI di industri pendidikan masih dalam tahap adopsi, dengan kebutuhan untuk tetap melibatkan sentuhan manusia dalam proses penulisan. Respon dari konsumen dan internal terhadap penggunaan AI cukup positif, meskipun ada tantangan dalam memahami teknologi baru. Rencana jangka panjang Ebiz mencakup adopsi AI yang lebih luas, dengan fokus pada pelatihan dan integrasi AI dalam workflow sehari-hari.
Silahkan memperkenalkan diri terlebih dahulu tentang Riset AI dan apa yang dilakukan Kang Dicky di Riset AI?
Saya mulai perkenalan dulu ya, saya Dicky Maulana dan saat ini saya bekerja di Ebizmark, tepatnya di divisi Riset AI. Di sini, saya memegang posisi sebagai Lead Product untuk produk Riset AI.
Dalam keseharian, saya rutin memantau dashboard penggunaan Riset AI untuk memastikan semuanya berjalan lancar. Selain itu, saya juga memastikan integrasi API dan teknologi AI yang digunakan di platform MAIA dan sistem Riset AI tetap aman dan tidak mengganggu aktivitas pengguna.
Selain fokus di bidang AI, saya juga terlibat di bagian promosi produk Custom GPT ke konsumen, khususnya melalui jalur organik. Untuk aktivitas pemasaran berbayar, itu biasanya dikelola oleh tim marketing yang dipimpin oleh marketing manager. Tapi secara keseluruhan, saya lebih banyak berkontribusi di sisi promosi organik produk Custom GPT.
Kurang lebih seperti itu peran dan aktivitas saya di sini.
Apa tantangan dan peluang yang dihadapi oleh Ebiz di era AI ini?
Sebelum terjun ke dunia AI, khususnya dalam konteks penelitian dan penulisan artikel ilmiah, tantangan yang dihadapi cukup besar. Banyak dosen dan peneliti yang harus memenuhi tuntutan untuk mempublikasikan beberapa artikel dalam periode tertentu. Tapi di sisi lain, mereka juga punya beban lain seperti mengajar dan melakukan pengabdian kepada masyarakat, sehingga waktu mereka sangat terbatas.
Dari situ, tim Ebiz mulai melihat peluang untuk menghadirkan solusi berbasis AI. Ketika salah satu trainer kami mendemokan penggunaan AI untuk membantu proses penulisan artikel, responnya cukup positif. Akhirnya, fokus mulai diarahkan ke sana—mengintegrasikan AI dalam proses penelitian dan penulisan ilmiah.
Meski awalnya sempat mendapat banyak tantangan, terutama dari kalangan akademisi yang menganggap penggunaan AI sebagai bentuk "shortcut" atau bahkan curang, perlahan-lahan penerimaan mulai tumbuh. Respon positif mulai berdatangan, terutama dari konsumen Ebiz yang merasa terbantu dengan adanya fitur seperti custom GPT. Sebelum sistem GPT error di akhir tahun lalu, fitur ini sangat membantu dalam mempermudah proses penulisan dan bahkan publikasi artikel.
Ditambah lagi, hadirnya platform Riset AI yang memungkinkan integrasi berbagai AI dalam satu sistem semakin memperkuat nilai tambah yang ditawarkan. Kini, proses dari drafting hingga finalisasi artikel bisa dilakukan dalam satu platform saja, membuatnya jauh lebih efisien bagi dosen maupun peneliti. Inilah peluang besar yang dilihat oleh Ebiz di era AI ini—menjadi solusi yang benar-benar relevan dan praktis bagi kebutuhan akademik.
Apakah ada teknologi spesifik yang digunakan untuk menunjang workflow dan bisnisnya Ebiz?
Untuk menunjang workflow dan bisnis, sejauh ini Ebiz masih mengandalkan ChatGPT (CGPT) sebagai teknologi utama dalam mendukung proses kerja, khususnya yang berkaitan dengan model AI. Penggunaan CGPT sudah konsisten dari awal hingga sekarang karena dinilai paling sesuai dengan kebutuhan pengguna mereka, terutama dalam konteks penulisan dan riset.
Selain CGPT, ada juga teknologi lain seperti Riset AI by MAIA, meskipun penggunaannya masih sangat terbatas. Riset AI sendiri baru mulai diperkenalkan belakangan ini, dan bahkan belum banyak digunakan oleh para trainer internal. Jadi meskipun Ebiz sudah mulai menjual produk berbasis Riset AI, skala penggunaannya masih belum sebesar CGPT yang sudah lebih dulu terbukti memberikan hasil optimal.
Hingga saat ini apakah resistensi penggunaan AI masih ada di kalangan akademisi? Bagaimana mensiasatinya
Di internal Ebiz sendiri, penggunaan AI dalam pekerjaan sehari-hari sebenarnya belum mencapai 100%. Saat ini, AI lebih banyak dimanfaatkan untuk tugas-tugas yang sifatnya repetitif. Untuk menunjang hal itu, tim Ebiz memiliki divisi khusus yang bertugas membuat prompt dan custom tool yang dirancang khusus untuk menyelesaikan pekerjaan rutin secara lebih efisien. Fitur custom ini menjadi salah satu pemanfaatan AI paling signifikan yang dilakukan sejauh ini di internal tim.
Sementara itu, dari sisi konsumen, terutama kalangan akademisi seperti dosen dan peneliti, resistensi terhadap AI memang sempat ada. Namun, secara umum minat mereka terhadap penggunaan AI, khususnya untuk membantu penulisan artikel ilmiah, tetap cukup tinggi. Adanya fitur seperti menu custom di produk ChatGPT sempat sangat membantu mereka, bahkan setelah fitur tersebut sudah tidak tersedia, ketertarikan terhadap penggunaan AI tetap bertahan. Hal ini menunjukkan bahwa AI berhasil memberikan manfaat nyata, terutama dalam membantu akademisi mengidentifikasi dan merancang struktur penulisan artikel mereka, sehingga prosesnya menjadi lebih terarah dan efisien. Inilah ceruk yang akhirnya bisa dipenuhi oleh produk Riset AI.
Dengan penggunaan AI dalam penulisan ilmiah, apakah hasilnya menjadi lebih terukur dan valid?
Soal validitas dan keterukuran hasil tulisan ilmiah yang dibantu AI, tim Ebiz cukup tegas menekankan bahwa hasil dari AI seperti ChatGPT (atau custom GPT mereka) tidak boleh langsung di-copy-paste ke draft artikel. Para trainer di Ebiz selalu mengingatkan pengguna bahwa mereka tetap harus memahami dan mengevaluasi isi jawaban dari AI. Karena pada akhirnya, yang paling tahu apakah isi artikel itu relevan dan benar adalah penulisnya sendiri, bukan AI-nya.
Kalau prosesnya hanya sekadar memasukkan prompt lalu langsung menyalin hasil ke draft, itu berpotensi membuat kualitas artikel jadi rendah. Bahkan bisa melanggar etika akademik, apalagi kalau sampai menabrak sistem deteksi seperti Turnitin. Maka dari itu, hasil dari AI sebaiknya dijadikan referensi awal, lalu diperiksa ulang, disesuaikan, dan dilengkapi oleh penulis. Intinya, tetap harus ada proses cek dan revisi manual, supaya hasil akhirnya valid dan layak untuk disubmit sebagai artikel ilmiah.
Bagaimana respon dari customer-customer Ebiz terhadap aplikasi Riset AI?
Respon dari para customer terhadap aplikasi Riset AI dari Ebiz secara umum cukup positif. Meskipun pada awalnya sempat ada kebingungan, terutama dalam memahami tampilan antarmuka (interface) dan fitur-fitur seperti menu custom, namun hal itu lebih disebabkan oleh kurangnya familiaritas pengguna, khususnya dari kalangan dosen yang cenderung berusia lebih tua. Berbeda dengan generasi muda yang lebih terbiasa belajar secara otodidak, kalangan yang lebih senior seringkali merasa takut mencoba, takut salah, atau bahkan langsung menolak karena merasa teknologi tersebut rumit.
Namun seiring berjalannya waktu, dengan pendampingan dan penyampaian panduan yang lebih jelas, terstruktur, dan disampaikan langkah demi langkah, para pengguna akhirnya mulai menerima dan bisa memanfaatkan aplikasi tersebut. Pendekatan edukatif ini terbukti efektif dalam membangun penerimaan terhadap teknologi AI.
Dari sisi internal Ebiz sendiri, penggunaan Riset AI justru belum terlalu sering digunakan. Hal ini karena aplikasi tersebut berjalan dengan API eksternal, dan untuk menjaga efisiensi serta konsistensi, mereka memilih untuk membatasi akses—hanya diperuntukkan bagi kebutuhan yang benar-benar spesifik. Meski begitu, secara umum keberadaan AI tetap dirasakan manfaatnya untuk mendukung pekerjaan harian di internal Ebiz, terutama dalam tugas-tugas yang bersifat administratif atau repetitif.
Apakah proses edukasinya lama-lama akan menjadi effortless atau malah jadi kegiatan yang repetitif?
Menurut saya, proses edukasi penggunaan AI kemungkinan besar akan menjadi kegiatan yang repetitif. Hal ini karena akan selalu ada gelombang baru pengguna, khususnya dari kalangan akademisi, yang pada awalnya menolak atau merasa kesulitan memahami teknologi AI. Meskipun akhirnya mereka cenderung akan menerima dan menggunakan teknologi tersebut, proses edukasi serupa harus terus dilakukan kepada pengguna-pengguna baru yang mengalami kebingungan serupa.
Kondisi ini berkaitan erat dengan fakta bahwa dosen dan peneliti memiliki banyak tugas yang kompleks dan beragam. Dengan kehadiran AI, proses penelitian dan penulisan ilmiah bisa menjadi lebih efisien—ibarat sebuah “shortcut” yang mempercepat penyelesaian pekerjaan. Namun demikian, diperlukan waktu dan pendekatan edukatif yang tepat, terutama bagi dosen-dosen yang lebih senior, agar mereka dapat memahami cara menggunakan AI secara optimal dan sesuai dengan panduan yang telah disiapkan oleh trainer teknologi.
Apakah ada success story dari kalangan pengguna Riset AI?
Iya, ada banyak success story dari pengguna Riset AI, walaupun tidak terlalu sering disampaikan secara formal. Banyak pengguna yang memberikan feedback positif dan bahkan sering menghubungi tim untuk menyampaikan bahwa berkat bantuan Riset AI, mereka berhasil menyelesaikan tugas atau penelitiannya dengan lebih baik.
Meskipun jumlah testimoni langsung tidak banyak, indikasi keberhasilan dapat dilihat dari tingginya tingkat pembelian ulang produk dan banyaknya rekomendasi dari pengguna yang merasa terbantu oleh layanan ini. Hal ini menandakan bahwa pengguna, terutama kalangan dosen dan mahasiswa dari berbagai jenjang (S1, S2, S3), mulai terbiasa dan merasakan manfaat AI dalam menunjang proses penulisan artikel dan penelitian.
Selain itu, dari sisi kekhawatiran bahwa penggunaan AI dapat menurunkan kemampuan berpikir kritis, kami di Riset AI mengaku bahwa keluhan seperti itu jarang disampaikan secara langsung, meskipun mungkin ada komentar di media sosial. Namun, secara keseluruhan, respon yang didapat cenderung positif dan saling menguntungkan bagi para pengguna, khususnya dosen.
Apa dampak strategis yang dihasilkan dari adopsi AI terutama di Riset AI?
Untuk dampak strategis secara lengkap, informasinya belum bisa dibagikan karena keterbatasan akses data.
Namun, yang jelas setelah pengambilan keputusan untuk mengadopsi produk AI, ada perubahan signifikan pada pengelolaan pekerjaan, termasuk munculnya peran baru khusus dalam mengatur dan mengelola AI di dalam tim.
Dari sisi pengguna, data langsung yang bisa dilihat adalah adanya peningkatan jumlah pengguna yang cukup signifikan, khususnya dari platform Riset AI. Meski belum bisa memastikan seberapa besar dampaknya secara keseluruhan, di tahun pertama adopsi AI ini sudah berhasil mengakuisisi pasar dengan jumlah pengguna yang cukup banyak.
Jadi, secara garis besar, Riset AI memberi kontribusi nyata untuk pertumbuhan bisnis dan menciptakan efisiensi internal dalam pengelolaan produk-produk di bisnisnya Ebiz.
Apa rencana jangka panjang Ebiz dengan Riset AI?
Rencana jangka panjang Ebiz dengan Riset AI...
AI akan terus diadopsi dan menjadi bagian dari pelatihan di masa depan, walaupun belum menjadi prioritas utama, tetap menjadi opsi yang dikejar untuk optimalisasi penggunaan AI dalam pelatihan.
Ebiz sudah punya roadmap yang jelas dengan AI sebagai salah satu andalan utama di masa depan, mengingat perkembangan AI yang sangat signifikan, masif, dan cepat.
Fokus utamanya adalah memanfaatkan AI untuk memenuhi kebutuhan pasar yang membutuhkan solusi cepat, terutama untuk target besar yang sibuk dan menginginkan efisiensi.
Mengenai apakah AI akan mendisrupsi atau justru mempercepat (akselerasi) bidang pendidikan dan pelatihan, saat ini masih belum jelas (masih abu-abu).
Kompetitor juga sudah mulai menggunakan AI sebagai respons terhadap permintaan pasar, yang menunjukkan bahwa pasar dosen, penjualan, dan pengajaran memang sudah mulai banyak menggunakan AI dalam prosesnya, baik di pengajaran, pembimbingan, maupun penelitian.
Apa saran atau nasihat yang bisa diberikan Kang Dicky kepada mereka yang baru mulai mengadopsi AI dalam dunia akademik?
Kalau saya kasih saran untuk yang baru mulai pakai AI di dunia akademik, saya sebenarnya bukan ahli penelitian juga sih. Tapi saya mau share apa yang biasanya saya dengar dari trainer kita. Mereka bilang, sebenarnya nggak masalah pakai AI, asal kita bijak. Maksudnya, kita harus tahu kapan saatnya pakai kemampuan kita sendiri, akal pikir manusia, dan kapan kita bisa memanfaatkan AI.
Saya selalu bilang, jangan sampai 100% mengandalkan AI untuk hasil akhirnya. Kita sebagai peneliti paling tahu mana yang benar dan mana yang nggak dari hasil yang AI kasih. Jangan cuma kasih perintah ke AI, terus tinggal submit tanpa dicek ulang. Itu yang harus dihindari.
Penting banget untuk tetap ada sentuhan manusia, human touch, terutama di pembuatan artikel atau riset. AI itu alat bantu, bukan pengganti sepenuhnya. Jadi, pakai AI tapi tetap kontrol hasilnya, tambahkan nilai dari pemikiran kita sendiri supaya hasilnya lebih valid dan berkualitas. Itu yang selalu saya ingatkan, supaya penggunaan AI lebih bijak dan nggak asal-asalan.